Squid Game Vs Muhammadiyah - TodayMu.com

Cara Asik Membaca Apa Yang Ada di Internet

Post Top Ad

Squid Game Vs Muhammadiyah

Squid Game Vs Muhammadiyah


Seong Gi-hun adalah seorang pria yang hidupnya dalam kekacauan dengan banyak utang, bercerai, dan terpisah dari anaknya. Untuk keluar dari kesulitan tersebut, ia ikut serta dalam permainan mematikan, di mana ia bertemu dengan 455 peserta dari latar belakang berbeda. Mereka semua terpaksa berpartisipasi dalam permainan demi mendapatkan hadiah sebesar 45,6 juta won Korea, dihasilkan dari nyawa setiap peserta. Meskipun permainan terlihat sederhana, hadiah yang besar mendorong peserta untuk melakukan tindakan brutal satu sama lain. Kegagalan dalam permainan mengakibatkan kematian.


Di Squid Game Season 2 Seong Gi Hun telah mengalami perubahan besar. Dulu, ia adalah seorang pria yang gagal dan terjebak dalam berbagai masalah. Namun, di season kedua, ia kembali dengan misi untuk menghancurkan permainan yang telah merenggut banyak nyawa. Gi Hun kini tampil sebagai sosok yang penuh dendam dan tidak memiliki belas kasihan. Uang yang diraihnya dari kemenangan sebelumnya ia gunakan untuk melawan sistem permainan yang kejam, menyadari bahwa Squid Game lebih daripada sekadar permainan; itu adalah mesin yang membunuh orang-orang yang terdesak dalam hidup mereka.

 


Meskipun permainan terlihat sederhana, risiko yang dihadapi peserta berasal dari taruhan nyawa yang sangat tinggi. Hadiah yang ditawarkan adalah 45,6 miliar won, menjadikan moralitas peserta terhapus. Di season kedua, latar belakang peserta lebih dekat dengan kenyataan hidup, dengan banyak di antaranya yang terjebak dalam utang dan situasi sulit. Mereka masuk ke permainan ini dengan tujuan mencari jalan keluar dari masalah finansial yang menghimpit.

 

Banyak orang menganggap Squid Game hanya sebuah film, tetapi beberapa menganggapnya benar adanya. Dalam permainan, ada pernyataan menarik tentang orang kaya dan orang yang miskin: keduanya tidak menemukan kebahagiaan dalam uang mereka. Hutang menjadi fokus utama, yang menyebabkan penderitaan bagi para peserta. Hal ini diangkat oleh David Graeber dalam bukunya, menunjukkan riba sebagai masalah yang mendasar. Islam menawarkan solusi untuk masalah utang melalui sistem zakat, yang ditujukan untuk mengurangi ketimpangan sosial antara kaya dan miskin.

 

Zakat memiliki tujuan sosial untuk melindungi orang-orang yang kurang mampu, termasuk mereka yang terjebak dalam utang. Dalam ajaran Islam, zakat diambil dari keyakinan bahwa semua harta adalah milik Allah dan manusia hanya memiliki hak yang relatif atasnya. Terdapat enam penerima zakat yang diatur Al-Quran, termasuk orang-orang miskin, fakir, dan mereka yang berutang. Hal ini membuktikan bahwa Islam tidak hanya melihat kemiskinan sebagai takdir, tetapi juga menawarkan jalan untuk perbaikan.

 

Jika masyarakat disiplin berzakat dengan tepat, maka orang-orang yang terjebak dalam Utang, seperti Seong Gi-hun, tidak perlu berpartisipasi dalam permainan berbahaya seperti Squid Game. Namun, pertanyaannya adalah di mana lembaga zakat yang seharusnya membantu masyarakat? Mengapa masih banyak yang terjepit dalam utang dan ikut permainan tersebut?




Konsep utang telah menjadi masalah sepanjang sejarah, dan peradaban manusia telah berjuang melawan permasalahan ini. Dalam pandangan Islam, ada upaya yang jelas untuk memerangi riba dan meringankan beban utang. Muhammadiyah, sebagai gerakan Islam, turut memberikan solusi konkret bagi mereka yang terlilit utang. Dalam Islam, zakat dapat digunakan untuk membantu orang-orang yang terjebak dalam utang. Muhammadiyah, melalui lembaga amil zakatnya, Lazismu, telah memberikan lebih dari Rp117,5 miliar kepada yang membutuhkan pada tahun 2023, termasuk mereka yang berjuang melawan utang.

 

meskipun zakat merupakan salah satu cara, Muhammadiyah berupaya melawan kemiskinan melalui pembangunan amal usaha. Mereka memiliki banyak sekolah, rumah sakit, dan usaha yang tidak hanya mendidik tetapi juga membuka lapangan pekerjaan. Hal ini membantu banyak orang untuk keluar dari kemiskinan dan utang.

 

Selain itu, Muhammadiyah juga memiliki lembaga ekonomi seperti Dana Pensiun Muhammadiyah dan Baitul Mal wa Tamwil. Lembaga-lembaga ini adalah pilar ekonomi yang membantu menciptakan kemandirian umat. Model ekonomi Muhammadiyah unik karena terpusat dalam manajemen tetapi terdesentralisasi dalam penerapan, memungkinkan setiap level organisasi untuk bertanggung jawab terhadap pengelolaan atau pengembangan amal usaha. Dengan demikian, semua keuntungan dari usaha ini kembali kepada umat, menciptakan harapan untuk masa depan di mana martabat manusia terjaga, jauh dari permainan berdarah untuk bertahan hidup.


Artikel ini rangkum dari website Muhammadiyah.or.id dan Santri Cendikiawan

yang ditulis oleh Ilham Ibrahim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Mohon untuk tidak menaruh link dalam bentuk apapun

Post Bottom Ad