Apa yang sebenarnya terjadi disana malam itu? dimana saat pertandingan berlangsung, kondisi aman dan kondusif dan pada akhirnya terjadi kericuhan saat peluit akhir pertandingan dibunyikan, atas kejadian ini siapakah yang harus disalahkan?
Sebelum berlanjut kita harus melihat kronologis dari 2 sudut pandang yang berbeda, sudut pandang pihak pengamanan yakni kepolisian dan juga sudut pandang para penonton itu sendiri, kita simak kembali, Sudut pandang Polisi dan Supporter yang kami kutip dari JawaPos.
awal mula terjadinya kerusuhan adalah kekecewaan yang memuncak dari Aremania. Sebab, untuk kali pertama dalam 23 tahun terakhir, Arema dikalahkan Persebaya di Malang dengan skor 2-3.
Rasa kekecewaan yang dalam itulah yang membuat Aremania turun ke tengah lapangan.
Menurut Kapolda, awalnya hanya sedikit yang turun ke lapangan dan mencari pemain dan ofisial Arema. “Mereka bertanya, mengapa bisa kalah melawan Persebaya?” kata Nico.
Setelah itu, polisi melakukan pengamanan kepada pemain dan pencegahan agar aksi kekerasan tidak meluas. Polisi lalu menghalau penonton agar tidak menginvasi lapangan dan mencari para pemain.
Dalam proses penghalauan tersebut, polisi kemudian menembakkan gas air mata. “Itu dilakukan karena mereka mulai menyerang petugas dan merusak mobil,” ucap Nico.
Setelah gas air mata ditembakkan ke lapangan dan mengarah ke tribun, para penonton berhamburan dan keluar ke satu titik yakni pintu 10.
Lalu di sanalah tragedi terjadi. Penonton mengalami penumpukan. Mereka berdesak-desakan. Dan pada saat itulah, banyak penonton yang kekurangan napas dan oksigen. Puluhan orang meninggal dengan lemas di dalam stadion.
“Ada upaya penolongan dari tim medis dan evakuasi ke rumah sakit. Tetapi banyak yang tidak terselamatkan,” ucap Nico.
Keterangan Kapolda Jatim ini hampir sama dengan testimoni salah seorang Aremania yang selamat yakni Rezqi Wahyu. Menulis di Twitter lewat akun @RezqiWahyu_05, dia mengaku bahwa kerusuhan mulai pecah ketika ada seorang suporter dari arah tribun Selatan yang nekat masuk dan mendekati dua pemain Arema, yakni bek Sergio Silva dan kiper Adilson Maringa.
“Dia terlihat sedang memberikan motivasi dan kritik kepada mereka,” tulis Rezqi.
Setelah itu, beberapa Aremania lain juga ikut turun dan mengungkapkan kekecewaannya kepada pemain. Tiba-tiba saja, ribuan penonton berhamburan ke lapangan diikuti dengan pelemparan benda-benda ke lapangan.
“Suporter semakin tidak terkendali,” tulis Rezqi.
“Pihak aparat juga melakukan berbagai upaya untuk memukul mundur para suporter. Yang menurut saya perlakuannya sangat kejam dan sadis. Dipentung dengan tongkat panjang, satu suporter dikeroyok aparat, dihantam tameng, dan banyak tindakan lainnya,” tambah Rezqi.
Suporter lantas menyerang aparat dan dibalas dengan berondongan tembakan gas air mata. Bahkan ada juga polisi yang langsung menembakkan gas air mata ke arah tribun penonton. Khususnya di dekat pintu 10.
“Para suporter yang panik karena gas air mata, semakin ricuh di atas tribun. Mereka berlarian mencari pintu keluar, tapi sayang pintu keluar sudah penuh sesak karena para suporter panik terkena gas air mata,” tulis Rezqi.
“Banyak ibu-ibu, orang-orang tua, dan anak-anak kecil yang terlihat sesak tidak berdaya. Tidak kuat untuk ikut berjubel agar bisa keluar dari stadion. Terlihat mereka sesak karena terkena gas air mata. Seluruh pintu keluar penuh dan terjadi macet.”
“Kondisi luar stadion Kanjuruhan sudah sangat mencekam. Banyak suporter yang lemas bergelimpangan, teriakan, dan tangisan perempuan. Suporter yang berlumuran darah, mobil hancur, kata-kata makian, dan amarah. Batu batako, besi, dan bambu yang berterbangan,” tambah Rezqi.
Dari kronologi yang ada, hampir semua sepakat bahkan kericuhan dimulai saat supporter masuk kedalam lapangan lantas melakukan aksi anarkis dengan melempar benad serta merusak fasilitas yang ada. Kericuhan semakin menjadi saat pihak keamanan mencoba memukul mundur supporter dengan menggunakan pentungan, dibeberapa video yang berderad supporter lain terpicu saat kepolisian memukuli para supporter ditengah lapangan dan kericuhan semakin membabi buta saat polisi menembakan gas air mata ke arah tribun dimana disitu terpadat para supporter yang sebenarnya tidak ikut turun kebawah, sehingga terjadi kepanikan dan saling berebut keluar stadium karena tidak tahan dengan gas air mata.
RIZAL FAHMI / IG Banggaber |
Kericuhan tidak sampai disitu saja, diluar stadium kendaraan-kendaran polisi yang mengamankan para pemain dan official dilempari benda-benda keras sampai membuat kaca mobil retak, para supporter diluar menyerang kendaraan kepolisian yang ada disitu.
Lantas dari semua kronologi yang ada? disini siapakah yang harus disalahkan? mungkin kalimat yang lebih elok adalah, siapakah yang harusnya bertanggung jawab? karena jika saling tuding menuding salah menyalahkan, tentu kita semua sepakat bahwa sebenarnya tidak ingin ada kejadian memilukan ini.
Pihak kepolisian memberikan penjelasan bahwa penembakan gas air mata sudah sesuai prosedur, sedangkan dalam peraturan FIFA sendiri dilarang membawa senjata dan gas air mata untuk meredakan kericuhan, bagaimanapun alasannya.
Sedangkan supporter yang membuat kericuhan dan adanya beberapa profokator juga sudah menyalahi peraturan yang ada.
Pihan Panpel juga dalam berbagai informasi yang ada keliru dalam mengelola ticketing dimana penonton melebihi kapasitas yang ada.
Serta pihak TV yang bersikeras menyelenggarakan pertandingan dimalam hari yang mana dari pihak keamaan sudah meminta agar pertaningan tidak dilakukan dimalam hari.
Dari sini jelas, bahwa semua yang terlibat didalam kejadian ini wajib bertanggung jawab dan mengevaluasi diri. bertanggun jawab atas korban yang meninggal serta luka-luka, bertanggung jawab atas kode etik, dan bertanggung jawab atas penyelenggaraan kompetisi ini. Jika saling salah menyalahkan maka tidak akan ada titik temunya karena hanya akan ada aksi lempar melempar "andaikan polisi tidak bertindak seperti itu", "andaikan supporter tidak turun", "andaikan anak-anak kecil tidak nonton", "andaikan panitia tidak keras kepala", hal yang sudah terjadi jadikan bahan untuk investigasi guna pengalaman untuk yang akan datang agar tidak terjadi hal seperti ini lagi.
Kini Indonesia berada diurutan kedua Dunia, tragedi sepak bola yang sangat memilukan, tim-tim sepak bola internasional turut memberikan ucapan bela sungkawa diakun media sosial mereka.
Hentikan pertandingan, fokus kepada korban yang ada, setelah itu bertanggung jawablah secara profesional dan lapang dada dengan menyingkirkan kegoisan. Disini semua bisa menjadi korban, korban ketakutan, korban kemanusiaan, korban membela diri, korban kemarahan, korban kefanatikan, dan korban gemerlapnya uang.
Jika memang ada yang harus disalahkan, Profokator-profokator media sosialah yang harus disalahkan, karena merka justru yang menjadi kondisi semakin ricuh dan menjadikan terkotak-kotak sehingga sesama bangsa dan saudara sendiri saling hujat menghujat, berempatilah dengan yang ada,
Al Fatihah untuk semua korban yang ada. PSSI dan Pemerintah harus segera menyelesaikan semua permasalahan ini dengan baik dan profesional.
https://www.detik.com/jabar/sepakbola/d-6324512/update-korban-tragedi-kanjuruhan-174-orang-meninggal
https://www.cnnindonesia.com/olahraga/20221002141347-142-855333/bunyi-larangan-fifa-soal-penggunaan-gas-air-mata-di-stadion
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Mohon untuk tidak menaruh link dalam bentuk apapun